Thursday, November 27, 2014

BODY BAGS (1993)


BODY BAGS (1993)
Sutradara: John Carpenter, Tobe Hooper
U.S.A.

Body Bags adalah sebuah antologi horror berisi tiga cerita pendek, disutradarai oleh dua master per-film-horror-an: John Carpenter (Halloween 1978, The Fog 1980, The Thing 1982 dan banyak lagi) dan Tobe Hooper (The Texas Chain Saw Massacre 1974, Poltergeist 1982). Pada awalnya Body Bags diproduksi sebagai serial TV, sebagai salah satu saingan dari antologi yang saat itu cukup terkenal, Tales from the Crypt di HBO. Namun, baru tiga episode saja yang sempat diproduksi, sebelum akhirnya stasiun TV yang bersangkutan membatalkan niatnya. Daripada mubazir, akhirnya tiga episode ini dijadikan satu antologi lepas dan diberi judul Body Bags.


SINOPSIS SINGKAT TANPA SPOILER
Kalau host dalam antologi Tales from the Crypt adalah sesosok mayat penjaga kubur, dalam Body Bags host-nya adalah salah satu sutradara sendiri, John Carpenter, yang berperan sebagai sesosok ahli forensik misterius dalam kamar mayat. Setiap menghantarkan cerita dalam antologi ini, dia membukanya lewat sebuah body bag, alias kantung mayat, yang berada di kamar mayat tersebut.

  John Carpenter sebagai ahli forensik misterius dalam kamar mayat, membuka BODY BAGS

Cerita pertama berjudul “Gas Station”, bercerita tentang Anna, seorang mahasiswi yang bekerja paruh waktu pada malam hari di sebuah toko serba ada 24 jam di pom bensin. Malam itu adalah malam pertama ia bekerja, dan diketahui bahwa seorang pembunuh berantai sadis sedang berkeliaran di daerah itu. Seorang diri pada malam hari, di sebuah pom bensin pinggir jalan yang gelap dan sepi, serta psikopat berkeliaran, bukanlah hal yang bagus. Satu per satu pembeli misterius berdatangan, kesemuanya cukup mencurigakan bagi penonton, hingga akhirnya sang pembunuh benar-benar datang dengan cara yang tak terduga.

Bekerja seorang diri di tempat seperti ini, pada malam hari, pada daerah dimana seorang pembunuh sadis sedang berkeliaran. Sempurna untuk setting film horror!

Cerita kedua berjudul “Hair”, bercerita tentang Richard, seseorang paruh baya yang mulai mengalami kebotakan. Richard sangat cemas dengan penampilannya. Walaupun kekasihnya mencintai dia apa adanya, namun Richard tetap terobsesi ingin memiliki rambut yang tebal dan indah. Banyak hal ia lakukan, dari mulai merubah bentuk rambutnya agar terlihat lebih “berbentuk”, mengecat kepalanya, pergi ke ahli tata-rambut, hingga membeli obat-obatan penumbuh rambut.

Kasihan Richard.. Pegawai salonpun menghinanya..

Suatu hari Richard melihat sebuah iklan di TV mengenai sebuah klinik yang memperkenalkan metode mutahir untuk menumbuhkan rambut dalam semalam. Tanpa pikir panjang, Richard mendatangi klinik tersebut, dan sepakat untuk menjalani metode baru yang cukup simpel. Dokter yang menanganinya mengatakan, bahwa rambutnya akan tumbuh dalam semalam. Benar saja, saat ia terbangun di pagi hari, rambut indahnya sudah panjang semampai. Richard sangat bangga, dan banyak orang di sekitarnya sangat terkesan dengan perubahan penampilannya. Akhirnya Richard menyadari bahwa rambutnya tumbuh dengan sangat cepat, sangat tidak normal, dan hal-hal ganjilpun mulai terjadi hingga akhirnya terkuak apa yang terjadi pada Richard sebenarnya.

Jangan terlalu cepat gembira kalau rambutmu tumbuh seperti ini dalam semalam!

Cerita yang terakhir dalam Body Bags, disutradarai oleh Tobe Hooper, berjudul “Eye”, diperankan oleh Mark Hammil yang lebih dikenal sebagai Luke Skywalker dalam trilogi pertama Star Wars. Bercerita tentang Brent, seorang pemain baseball profesional yang mengalami kecelakaan dan harus kehilangan salah satu matanya.

 Luke Skywalker bermata satu! May the Force be with you!

Di tengah frustasinya karena khawatir karirnya hancur, seorang dokter bedah menawarinya sebuah proses cangkok mata eksperimental, dengan menggunakan bola mata dari orang yang sudah meninggal. Brent pun setuju untuk menjalani operasi tersebut, dan benar saja, setelah operasi, Brent dapat melihat dengan normal kembali. Namun, karena ini adalah film horror, tentu saja ada yang tak beres dengan salah satu mata barunya. Cerita ini difilmkan jauh sebelum The Eye (Hong Kong, 2012) dibuat, tapi kira-kira memiliki ide yang mirip.


Body Bags adalah salah satu contoh nyata bahwa film horror pun bisa fun dan ringan. Cukup efektif dengan cerita-ceritanya yang pendek, jalan cerita yang fresh, komplit dengan semua unsur penting: menegangkan di beberapa hal, penuh darah, penuh komedi dalam beberapa bagian, dan mampu membuat penonton merasa excited, terutama bagi mereka yang cukup familiar dengan setiap cameo yang sempat hadir di dalam antologi ini. Beberapa cameo yang sempat terlihat dalam Body Bags diantaranya: Wes Craven (sutradara A Nightmare on Elm Street) yang berperan sebagai seorang pembeli rokok dalam "Gas Station", Sam Raimi (sutradara Evil Dead) berperan sebagai mayat dalam locker ("Gas Station"), Debbie Harry (vokalis band Blondie) berperan sebagai suster dalam "Hair", Mark Hammil (pemeran Luke Skywalker dalam trilogi Star Wars) dalam "Eye", hingga Tobe Hooper sendiri yang hanya berperan sebagai salah satu ahli forensik di kamar mayat.

 Salah satu raja horror, Wes Craven, sebagai pembeli rokok yang genit.

 Debbie Harry!

Tapi, maklum saja, karena tiga film pendek dalam antologi ini sebenarnya diproduksi untuk acara TV dengan bajet terbatas, maka produksinya pun minimalis dan kemampuan akting beberapa pemain terasa sangat kaku, seperti umumnya film yang diproduksi untuk televisi dan bukan untuk layar lebar. Namun semua itu sangat termaafkan, mengingat film ini cukup menghibur.

PELAJARAN
Kebotakan dini bukanlah akhir dari segalanya.

SCORE!

2 dari 5
!

TRAILER

Wednesday, November 19, 2014

MEGAN IS MISSING (2011)


MEGAN IS MISSING (2011)
Sutradara: Michael Goi
USA

Jujur saja, saat pertama kali menonton Megan is Missing, saya merasa bahwa film ini adalah film paling membosankan yang saya tonton di tahun 2014. Bagaimana tidak, hampir sepanjang film berdurasi satu setengah jam ini, saya hanya menyaksikan kehidupan membosankan dari dua remaja perempuan ABG berumur 14 tahun, dengan kehidupan tipikal remaja Amerika-nya, video-chat, pesta, bully-ing dan lain sebagainya. Hanya pada 22 menit terakhir saja yang saya rasa bisa disebut sebagai “akhirnya sesuatu terjadi di layar!” Ohya, film ini termasuk dalam genre found footage / mockumentary, yang artinya keseluruhan film ini seakan-akan adalah hasil penggabungan dan editing dari kumpulan beberapa rekaman “asli” layaknya sebuah film dokumenter. Teknik editing dan shooting semacam ini memang cukup efektif untuk menonjolkan sensasi seram, tegang dan perasaan realistis. Kalau dikemas dengan baik, film semacam ini bisa sangat menegangkan, seperti contohnya dalam film Rec. Film bergenre found footage sebelumnya juga pernah dipopulerkan oleh judul-judul seperti Blair Witch Project, Grave Encounters, Troll Hunter dan Paranormal Activity.


Setelah agak lama melupakan Megan is Missing, suatu hari saya melihat sebuah liputan khusus di TV lokal mengenai beberapa kasus di Indonesia dimana anak-anak kecil sekarang (rata-rata anak-anak yang masih duduk di bangku SMP) menjadi korban para "predator" lewat dunia maya. Dan bagaimana terpaparnya akses internet secara bebas pada anak-anak di bawah umur lewat smartphone yang orang tua mereka berikan, bisa sangat membahayakan. Bagaimana tidak, anak-anak seumuran ini sangat mudah ditipu dan diambil hatinya. Itu adalah kenyataan. Beberapa kasus yang dibahas dalam acara tv yang saya sebut tadi, semuanya memiliki kesamaan: kasus dimana si predator berkenalan dengan korban di dunia maya, mengajaknya “kopdar”, lalu memperkosa korbannya, bahkan mencoba membunuh korbannya. Tidak, saya bukan tipe orang yang hendak mengatur atau menggurui tentang bagaimana seharusnya kalian para orang tua mengawasi anak-anaknya, atau hendak membuat pembaca menjadi paranoid, tapi detik itu juga saya langsung teringat film Megan is Missing dan akhirnya mulai sedikit memahami rasa ngeri yang berusaha diangkat dalam film ini. Saat itulah saya memutuskan untuk menulis resensi ini.

Maklum saja, saya tidak punya anak dan tidak berniat memiliki anak. Tapi sekarang saya bisa sedikit memahami bagaimana para orang tua akan sangat khawatir saat anaknya tidak pulang tanpa kabar sedikitpun, dan bagaimana mengerikannya saat mereka harus mendengar kabar buruk tentang anak mereka setelah pencarian selama beberapa hari, bulan, bahkan tahun. Sialnya lagi, anak-anak kecil ini diculik bukan saat sedang bermain di jalanan, tapi mereka sendirilah yang mendatangi sang penculik dalam rangka kopdaran. Kalau jaman dulu sebelum setiap anak kecil memiliki akses internet di genggaman tangannya, seorang pedophil hanya bisa bersembunyi di dalam mobil menyaksikan anak-anak kecil bermain di taman bermain, atau para penculik anak menggunakan permen untuk menarik hati calon korbannya. Tapi, di jaman serba internet ini sudah ada istilah “internet predator”, dimana para pemangsa mencari korbannya di dunia maya salah satunya lewat media sosial dan aplikasi chatting. Dan inilah yang berusaha digambarkan dalam film Megan Is Missing. Awalnya saya pikir kasus semacam ini hanya terjadi di Amerika sana, dimana anak berumur 13 tahun sudah memiliki akses penuh ke kehidupan dunia maya. Tapi betapa kagetnya saya saat teman-teman keponakan saya yang masih duduk di bangku kelas 5 SD pun sudah memiliki smartphone dengan akses internet. Bahkan Facebook, Instagram dan lain sebagainya sudah cukup populer di kalangan anak-anak SMP ke bawah.

Jadi, mungkin disitulah sisi “horror” film Megan is Missing, yang saya rasa hanya akan dirasakan oleh orang-orang tertentu, terutama mereka yang memiliki anak. Saya rasa dampak film ini akan cukup bagus, karena keberadaan para psikopat dan pemangsa internet memang bukanlah khayalan belaka.

SINOPSIS SINGKAT TANPA SPOILER
Film ini adalah kumpulan footage mengenai dua sahabat, Megan (14 tahun) dan Amy (13 tahun), dimana mereka sering merekam aktivitas mereka menggunakan smartphone, webcam dan handycam. Mereka juga sering berkomunikasi lewat video-chat di laptop ataupun ponsel antara satu sama lain, ataupun dengan teman-teman lainnya.


Megan adalah seorang tipikal gadis populer yang cukup liar yang sudah bukan perawan, sementara Amy adalah seorang gadis baik-baik yang lugu, dan tidak terlalu populer di sekolah. Teman-teman Megan yang sama-sama populer di sekolah, tidak menyukai Amy, dan menganggap Amy sebagai seorang pecundang. Tapi bagaimanapun juga Megan dan Amy adalah sahabat sejati.  Megan akan selalu membela Amy di depan teman-teman lainnya. Bahkan dalam sebuah undangan pesta miras dan narkoba, Megan memohon pada penyelenggara pesta, agar diperbolehkan mengajak Amy yang “kurang gaul”. Yah itu dia kata yang tepat. Megan si “anak gaul” yang nakal, dan Amy adalah nerd baik-baik.


Singkat cerita, suatu hari Megan berkenalan dengan seorang remaja pria bernama Josh. Tentu saja perkenalan ini terjadi di ruang chatting di dunia maya. Namun dengan berbagai alasan, Josh tidak mengaktifkan webcam-nya. Hanya Megan yang mengaktifkan webcam-nya dan mereka berdua berbincang lewat suara. Jadi, entah bagaimana wajah Josh saat menyaksikan Megan di layar laptopnya. Namun sosok Josh yang mengaku sebagai seorang surfer sekaligus skater, sangat cool di mata Megan. Belum lagi kelihaian Josh dalam berkomunikasi dan berkata-kata, sanggup mencuri perhatian Megan yang kemudian menjadi penasaran untuk bertemu secara langsung. Hingga suatu hari Josh mengajaknya bertemu di sebuah pelataran parkiran. Dan sejak saat itu, Megan hilang begitu saja tanpa jejak.

Josh mengajak Megan bertemu

Berita tentang hilangnya Megan pun akhirnya tersiar secara nasional lewat acara khusus tentang orang hilang di TV. Banyak yang berasumsi, hilangnya Megan, seorang gadis berumur 14 tahun, bisa jadi karena kabur dari rumah dan pergi dengan kekasih barunya entah kemana. Itu adalah hal juga umum untuk anak seumuran Megan. Apalagi ada sebuah footage dari CCTV di pelataran parkir dimana Megan dan Josh berjanji untuk bertemu, yang memperlihatkan Megan yang datang menemui seseorang yang tidak begitu jelas, dan mereka pergi menggunakan mobil. Seakan menguatkan pendapat bahwa Amy sedang dirasuk asmara dengan pemuda misterius tersebut. Pencarian Megan tak pernah membuahkan hasil.


Orang yang terakhir diajak bicara oleh Megan tentu saja sahabatnya sendiri, Amy. Amy tahu bahwa Megan terakhir kali pergi untuk menemui pemuda misterius bernama Josh, dan sebagai sahabatnya, Amy yakin betul bahwa Megan tidak hilang karena kabur.  Akhirnya dengan segala keterbatasannya, Amy pun berusaha mencari keberadaan Megan, sambil mendokumentasikan pencariannya.

Mulai beredar dua buah foto yang sangat mengganggu di sebuah forum online penggemar sex fetish, yang diyakini adalah foto dari Megan saat disekap. Polisi dan media mulai menyorot kembali kasus ini, karena foto yang beredar dipercaya merupakan adegan kekerasan asli, dan bukan hanya permainan penggemar BDSM belaka. Amy semakin yakin bahwa Megan telah diculik, dan disekap oleh psikopat, dan Josh adalah orang yang pantas untuk dicurigai. Hingga suatu hari Amy pun ikut hilang.

Perhatikan running text-nya!

Setelah pencarian intensif atas kedua gadis ini, akhirnya polisi menemukan handycam milik Amy di sebuah tempat sampah yang diduga dengan sengaja “dibuang” oleh si penculik. Di dalam handycam tersebut, tentu saja, berisi sebuah rekaman yang menguak nasib Megan dan Amy. Inilah 22 menit yang saya sebutkan sebelumnya, yang merupakan puncak dari film membosankan ini, 22 menit footage yang bisa dibilang cukup menegangkan, dan bisa jadi cukup mengerikan dan shocking bagi beberapa orang yang tidak biasa menyaksikan film horror, dan akan sangat mengerikan bagi mereka yang membayangkan bahwa apa yang terjadi atas Megan dan Amy, bisa saja terjadi pada anak-anak mereka yang sedang tumbuh dewasa. Tapi, saya tidak akan membeberkan apa yang terjadi dalam 22 menit terakhir itu disini, supaya kalian bisa simak sendiri saat menonton film ini.

Singkat cerita, sudah sangat terlambat untuk menyelamatkan Megan dan Amy. Mereka menjadi korban seorang psikopat yang berkeliaran di dunia maya, mengaku sebagai ABG keren dan memangsa para gadis muda yang naif. Psikopat jenis ini, tentu saja, sangat sangat sangat mungkin ada di sekitar kita semua. Malah mungkin kamu adalah salah satunya?

Beberapa snapshot menegangkan dari 22 menit terakhir yang menguak keberadaan Megan dan Amy

Walaupun tidak efektif untuk menggunakan konsep found-footage, dari segi cerita dan dampak psikologis film ini cukup efektif. Apa yang digambarkan dari film ini adalah dampak terburuk yang mungkin saja terjadi dari fenomena terpaparnya anak-anak kecil dalam pergaulan luas di dunia maya, tempat dimana tidak menutup kemungkinan, para psikopat dan predator internet juga berkeliaran dengan leluasa dan mencari mangsa. Tentu saja, jangan terlampau paranoid juga karena hal ini. Kalau definisi film horror adalah film yang meninggalkan sensasi kengerian pada beberapa orang-orang tertentu, film ini termasuk di dalamnya. Rasanya belum pernah ada film horror / thriller yang mengangkat tentang fatalnya pergaulan di dunia maya sebelumnya. Untuk hal itu, saya anggap ide film ini cukup orisinil dan relevan, terutama setelah saya menyadari bahwa anak SD pun sekarang sudah memiliki akses internet lewat smartphone di tangan.

Namun, seperti saya bilang sebelumnya, kalau tak pintar mengemasnya (ditambah dengan penulisan plot yang buruk) film yang memiliki konsep found footage semacam ini bisa menjadi sangat sangat sangat sangat membosankan. Contohnya, 1 jam pertama dari film Megan is Missing. Konsep found-footage menurut saya sangat tidak tepat untuk diterapkan pada film semacam Megan Is Missing. Minimal, apa yang kita semua harapkan dari found-footage adalah sisi ketegangan dari sebuah film horror. Dikejar-kejar monster lewat sudut pandang handycam, misalnya, dimana kita bisa merasakan ketegangan lewat kamera yang dibawa lari sambil mendengar nafas sang pemegang kamera. Kita menonton found-footage bukan untuk menyaksikan para ABG berbincang dan membual seperti dalam Megan is Missing.

Kalau kamu mencari film horror yang menegangkan sekaligus mengerikan secara visual, mencari setan, zombie, eksploitasi penyiksaan, dan lain sebagainya, film ini mungkin bukan film yang kamu cari. Kalau kamu mencari film horror yang fun, film ini juga bukan untuk kamu.

 
Josh mulai cabul!

PELAJARAN
Yah, cukup banyak pelajaran dalam film ini. Pertama, berhati-hatilah dengan genre found footage, karena genre ini bisa sangat membosankan. Jadi, persiapkan dirimu. Kedua, berhati-hatilah dengan orang asing yang baru kamu kenal di dunia maya.

PERINGATAN (untuk mereka yang peduli)
Megan is Missing ditutup dengan adegan yang cukup disturbing kalau kita membayangkan diri kita (atau anak-anak kita) berada pada posisi Megan dan Amy. Tapi tentu saja tak ada adegan seksual yang vulgar selain adegan ciuman dan pesta "liar" para ABG.

FAKTA
Film ini dibuka dengan pernyataan “The following film is based on actual events” dan ternyata klaim itu tidak sepenuhnya bohong. Salah satu kasus yang menginspirasi film ini adalah kasus yang menimpa seorang gadis bernama Carlie Brucia (umur 11 tahun) yang pada tahun 2004 diculik di pelataran parkir sebuah tempat cuci mobil, dan kejadian tersebut tertangkap CCTV.


Jasad Carlie ditemukan beberapa hari kemudian di sebuah pelataran parkir gereja beberapa mil dari kediamannya.

Inspirasi lain dari film ini adalah, tentu saja fenomena pergaulan anak-anak jaman sekarang, yang dengan mudahnya dapat mengakses pergaulan dunia maya tanpa batas lewat gadget yang orang tua mereka berikan.

SCORE
1 dari 5 untuk keseluruhan film, tapi score 3 dari 5 untuk ide dan dampak bagi para orang tua.

TRAILER

Thursday, November 13, 2014

THE SENTINEL (1977)




THE SENTINEL A.K.A. HEXEN SABBAT (1977)
Sutradara: Michael Winner
U.S.A.


The Sentinel adalah sebuah film horror yang cukup jarang dibahas orang. Padahal film ini lumayan juga. Dengan sangat apik, film ini menggabungkan tema satanic/supranatural/cult dengan tema rumah berhantu. Saya rasa untuk ukuran film tahun akhir 70-an, tentu saja film ini cukup menyeramkan pada jamannya.


SINOPSIS SINGKAT TANPA SPOILER
Bercerita tentang seorang model fashion cantik di New York bernama Alison Parker yang belum siap menikah dengan kekasihnya, Michael Lerman, walaupun mereka sudah tinggal satu atap selama 2 tahun. Merasa membutuhkan ruangnya sendiri dan ingin menjadi lebih mandiri, Alison menyewa sebuah apartemen cantik, lengkap dengan perabot dan pemandangan yang indah, dengan harga yang sangat murah.  Tentu saja kita dapat menebak, karena ini film horror, sesuatu yang sempurna namun murah dan mudah, patut dicurigai. Tapi Alison cukup senang dengan apartemennya.


Di sana satu persatu penghuni rumah/apartemen tersebut mulai memperkenalkan diri pada Alison, diantaranya; seorang kakek yang hidup dengan kucing dan burung kenarinya; sepasang lesbian di lantai bawah; dan beberapa kakek-nenek di kamar lainnya. Namun ada yang misterius dengan tetangganya yang tinggal di lantai paling atas. Alison belum pernah menjumpainya, namun perempuan yang menyewakan apartemen ini mengatakan, tak perlu risau dengan tetangga di lantai paling atas, karena yang tinggal disana hanyalah seorang pendeta tua yang buta dan tak akan membuat kegaduhan apapun. Tapi, setiap kali Alison keluar dari bangunan apartemennya, dia selalu melihat si pendeta buta duduk di balik jendela kamar paling atas, menghadap keluar seperti sedang mengawasi keadaan di luar. 




Singkat cerita, sesuatu mulai terjadi pada diri Alison. Dia mulai sering merasa mual dan pusing saat sedang bekerja, dia juga mengalami insomnia dan mimpi buruk di malam hari. Bahkan pada satu malam, Alison merasa ada suara langkah berlarian di lantai atas kamarnya, walaupun kamar di atas kosong tak berpenghuni. Tentu saja penonton makin menyadari bahwa ada yang salah dengan rumah ini. Berbekal pisau dapur, Alison mendatangi kamar kosong tersebut, hanya untuk mendapati teror dari masa lalunya sendiri. 




Karena panik, ia berhasil “membunuh” sosok tersebut dengan pisau dapurnya, walaupun kemudian jasadnya tak pernah ditemui di TKP. Sejak saat itu, kondisi psikologis dan fisik Alison semakin rapuh, memaksanya untuk kembali tinggal di rumah kekasihnya. Bermodalkan pengakuan Alison, polisi mulai campur tangan menyelidiki apakah Alison memang gila atau ia memang membunuh seseorang. Apalagi saat Alison kemudian diberi tahu bahwa faktanya, tak seorangpun tinggal di bangunan itu kecuali dia dan si pendeta buta di lantai paling atas. 

 Kapanpun dan dimanapun polisi campur tangan, keadaan selalu jadi semakin runyam. A.C.A.B.!


Michael Lerman, kekasih Alison yang merupakan seorang pengacara dengan banyak akal dan koneksi, mulai menyelidiki keganjilan-keganjilan rumah tersebut. Namun Alison pun menjadi semakin aneh. Ia bahkan mampu membaca tulisan-tulisan latin dalam sebuah buku yang mereka temui di rumah tersebut, yang anehnya buku itu justru berbahasa inggris di mata Michael. Satu persatu kejanggalan pun mulai terungkap, namun semuanya sudah terlambat.


Bersembunyi di dalam lemari baju adalah salah satu cara yang tepat untuk memompa detak jantung menjadi lebih kencang.

Jujur saja, saya menonton film ini tanpa ekspektasi apapun, tanpa membaca review manapun. Hasilnya, cukup menyenangkan, karena banyak kejutan yang menanti. Pikiran penonton sering dipermainkan dengan tebakan-tebakan, hingga akhirnya semuanya terjawab. Salah satu dari beberapa scene penting yang saya suka adalah mimpi buruk Alison. Scene penting lainnya yang juga merupakan favorit saya adalah scene klimaks dimana semua kejanggalan dan arwah dalam rumah tersebut mulai memanifestasikan wujudnya satu persatu menjelang akhir film ini sebelum Alison akhirnya memasuki kamar sang pendeta buta. Saya rasa film ini sangat pantas untuk dibuat remake-nya!

Akting dari beberapa pemeran cukup kaku, terutama pemeran Michael Lerman. Namun itu adalah hal yang cukup lumrah kalau kamu familiar dengan film-film horor yang diproduksi tahun 1970-an. Tentu saja, jangan membandingkannya dengan The Exorcist atau Rose Mary’s Baby


Okay, pak tua.. ini sudah keterlaluan. Anda bisa berhenti memandangi kami sekarang!


PELAJARAN
Pikir masak-masak kalau kamu mendapat tawaran apartemen/rumah/kosan sempurna dengan harga yang, secara tak masuk akal, murah. Apalagi kalau ada seorang pendeta buta yang memandangimu dari jendelanya setiap hari. 

SCORE!
4 dari 5!

TRAILER

Thursday, November 6, 2014

CITY OF THE LIVING DEAD (1980)


CITY OF THE LIVING DEAD (1980)
A.K.A. Gates of Hell 
Judul asli: Paura nella città dei morti viventi
Sutradara: Lucio Fulci
Italia

City of the Living Dead, atau Gates of Hell adalah sebuah karya hebat dari raja film horor asal Italia, Lucio Fulci. Pada jamannya, Lucio Fulci menyutradarai film-film horor hebat yang satu persatu akan saya tulis resensinya dalam blog ini suatu hari. Oke langsung saja, film City of the Living Dead ini adalah bagian pertama dari trilogi tidak resmi Fulci: Gates of Hell trilogy. Film lain dari instalasi trilogi ini adalah: The Beyond, dan House by the Cemetery, dimana ketiga film tersebut tidak saling berhubungan secara langsung, tapi tetap dalam koridor yang senada.


Dibuka dengan music score ala film horor tahun 80-an, yang juga biasa kamu dengar dalam pembuka film-film horror indonesia tahun 80-an, seorang pastor (yang kemudian diketahui bernama William) tampak sedang berjalan di sebuah tanah pekuburan yang tampak dingin dan tak bersahabat. Jauh di kota New York, seorang paranormal bernama Mary Woodhouse, yang sedang mengikuti sebuah ritual pemanggilan arwah bersama teman-teman paranormalnya, tiba-tiba melihat dalam penerawangan, gambaran seorang pastor yang menggantung diri di sebuah pohon di tanah pekuburan.

 penerawangan Mary


Dalam penerawangannya, Mary melihat mayat-mayat mulai bangkit dari kubur tak lama setelah sang pendeta bunuh diri. Mary yang sangat ketakutan, kemudian berhenti bernafas dan dinyatakan meninggal setelah denyut jantungnya diperiksa.


Polisi yang kemudian menyelidiki kasus ini, tidak percaya kalau Mary meninggal dalam keadaan ketakutan. Kelompok Mary percaya bahwa semua ini sudah tertulis 4000 tahun sebelumnya dalam sebuah naskah tua bernama “Book of Enoch”. 

Di sebuah kota yang bernama Dunwich di New England, tempat dimana pastor William gantung diri, sedikit demi sedikit, keadaan mulai mencekam. Hal-hal aneh mulai terjadi seperti kaca dan cermin yang tiba-tiba pecah, dinding yang tiba-tiba terbelah. dan lain sebagainya. Beberapa penduduk menyadari sejak pastor William menggantung dirinya, keadaan di Dunwich mulai janggal.

Kembali ke kota New York, seorang jurnalis bernama Peter Bell ingin melakukan investigasi atas kematian janggal Mary. Menjelang pemakamannya, tiba-tiba mata Mary terbuka dan mulai panik saat menyadari bahwa dirinya berada dalam peti mati. Mary belum mati, atau lebih tepatnya, Mary hidup kembali. Peter yang datang ke pemakaman Mary untuk mencari info, mendengar teriakan panik minta tolong dari dalam peti mati Mary. Peter kemudian membongkar peti dan menyelamatkan Mary. Teman-teman Mary menanggapi hal ini dengan biasa saja, dan percaya bahwa hal ini jugalah yang tertulis dalam Book of Enoch.  Mary pun kemudian membeberkan penerawangan yang ia lihat sebelum kematian sementaranya, bahwa sesuai apa yang tertulis dalam book of Enoch, pintu neraka telah terbuka di sebuah kota terkutuk yang ia sebut sebagai “city of the dead”. Salah satu teman Mary yang sepertinya lebih memahami wahyu book of Enoch, percaya bahwa pintu neraka harus kembali ditutup sebelum hari para santa (saints day), karena tengah malam sebelum hari santa adalah malam dimana mereka yang mati akan mulai bangkit dari alam kubur, menghancurkan kehidupan manusia dan menguasai dunia untuk selamanya.

Tapi tak seorangpun dari mereka yang tahu dimana kota Dunwich berada. Mary pun tahu nama tempat tersebut hanya dari salah satu batu nisan yang ia lihat dalam penerawangannya. Peter dan Mary kemudian pergi mencari kota Dunwich untuk menjalankan misi menyelamatkan dunia dengan cara menutup pintu neraka sebelum malam hari para santa datang.

Batu nisan yang Mary lihat dalam penerawangan pertamanya

Sementara itu di kota Dunwich, keadaan sudah semakin kacau. Suatu malam, penampakan pastor William terlihat, dan mereka yang melihatnya, mati dengan cara yang mengerikan. Kematian pertama yang terjadi di kota Dunwich sangatlah keren dan epik. Setelah melakukan kontak mata dengan penampakan sang pastor, seorang gadis tampak hanya terdiam terpaku sambil menangis darah. Kemudian, dengan sangat menjijikan, gadis tersebut mulai memuntahkan isi perut dari mulutnya sendiri. Ya, isi perut! Usus dan organ pencernaan lainnya. Tidak hanya satu-dua detik saja, adegan memuntahkan isi perut ini berjalan cukup lama, cukup untuk membuat mereka yang berperut lemah ikut muntah saat menyaksikannya. Tentu saja adegan keren ini otomatis menjadi adegan yang tak terlupakan dalam dunia film horor, yang akan selalu dikenang oleh para penggemar film horor dimanapun. Karena saya tidak tahan untuk berbagi, maka biarkanlah saya pasang snapshot SPOILER-nya di bawah ini. Tapi karena sekedar snapshot tidaklah cukup, dan saya orang yang senang berbagi, maka saya tambahkan klip adegannya sekalian!

 Lengkap dengan suara orang muntah! Salah satu scene paling brilian dalam dunia film horror.
 

You're welcome!


Singkat cerita, hal-hal menyeramkan serta kematian misterius dan menjijikan mulai terjadi di kota Dunwich. Saat Peter dan Mary akhirnya menemukan kota Dunwich, sekaligus menemukan tanah pekuburan dimana pastor William bunuh diri, mereka pun bertemu dengan beberapa warga lokal: seorang psikiater, seorang seniman muda, yang kemudian membantu mereka untuk menutup pintu neraka. Dan benar saja, pada malam yang telah dinubuatkan dalam book of Enoch, mereka yang mati satu persatu mulai bangkit dari kubur dan meneror penduduk Dunwich, kota terkutuk.

Saya sangat menikmati film ini. Menjijikan, mengerikan, sekaligus sangat menyenangkan untuk ditonton. Banyak adegan-adegan yang cukup brilian untuk sebuah film horror. Tidak seperti film horor jaman sekarang yang lebih banyak mengulang-ulang hal yang sama dan mengandalkan sound effect sebagai satu-satunya modal untuk bikin penonton kaget. Tema zombie dalam film inipun masih klasik. Kalau jaman sekarang zombie identik dengan infeksi dan epidemi, pada jaman Fulci, beberapa film zombie masih berhubungan erat dengan hal-hal gaib. Melihat tahun pembuatannya, saya pun semakin menghargai film ini karena jelas tak ada efek komputer dalam keseluruhan film ini. City of the Living Dead bukanlah film gore atau eksploitasi, tapi perlu saya peringatkan, kalau kalian mudah merasa jijik, jangan coba cari film ini. Isi perut, kepala pecah, otak, daging, hujan belatung, darah, tikus, semua ada disini.

Sebagai film bertema supranatural yang dicampur dengan tema undead/zombie alias mayat hidup, sosok zombie dalam film inipun sangat klasik: zombie busuk yang berjalan pelan. Walaupun make-up zombie versi Fulci tidak sedetail dan serealistis seperti gesutan seniman Tom Savini dalam film-film George A. Romero, namun dengan cerdik Fulci mampu mengangkat kengerian mayat berjalan lewat cara lain: backsound dan pencahayaan remang yang sempurna. Dengan pencahayaan seperti ini, Fulci tidak memerlukan detail tekstur wajah zombie yang terlalu ekstrim untuk membangun suasana horror-nya. Jelas pencahayaan membuat para mayat berjalan tampak lebih menyeramkan sekaligus dramatis. Lihat saja snapshot di bawah ini.


Selain itu, Fulci sangat senang fokus pada tatapan mata. Dengan pencahayaan yang pas, membuat adegan-adegan mata ini terasa sangat mencekam. Inilah sedikit snapshot mata yang berhasil saya kumpulkan dari film ini.


Tak banyak yang bisa saya keluhkan soal film ini. Kalau soal kemampuan akting, saya rasa itu sesuai jaman ya.. Adalah sebuah kewajaran umum bahwa kemampuan akting di tiap era memang berbeda. Jadi rasanya tidaklah pantas untuk membandingkan. Lagipula untuk jamannya, kemampuan akting para aktor dalam film ini juga bisa dihitung cukup bagus. Tips: saat menonton film yang diproduksi belasan bahkan puluhan tahun lalu, jangan pernah membandingkannya dengan film jaman sekarang. Posisikanlah diri kalian sebagai penonton pada jamannya.

PERINGATAN (untuk mereka yang peduli)
Film ini banyak memperlihatkan darah, isi perut, otak, serta belatung. Tentu saja, karena ini film zombie!

PELAJARAN
Tonton lebih banyak film-film Fulci!

SCORE!
5 dari 5!

TRAILER