MEGAN IS MISSING (2011)
Sutradara: Michael Goi
USA
Sutradara: Michael Goi
USA
Jujur saja, saat pertama kali menonton Megan is Missing, saya merasa bahwa film ini adalah film paling membosankan yang saya tonton di tahun 2014. Bagaimana tidak, hampir sepanjang film berdurasi satu setengah jam ini, saya hanya menyaksikan kehidupan membosankan dari dua remaja perempuan ABG berumur 14 tahun, dengan kehidupan tipikal remaja Amerika-nya, video-chat, pesta, bully-ing dan lain sebagainya. Hanya pada 22 menit terakhir saja yang saya rasa bisa disebut sebagai “akhirnya sesuatu terjadi di layar!” Ohya, film ini termasuk dalam genre found footage / mockumentary, yang artinya keseluruhan film ini seakan-akan adalah hasil penggabungan dan editing dari kumpulan beberapa rekaman “asli” layaknya sebuah film dokumenter. Teknik editing dan shooting semacam ini memang cukup efektif untuk menonjolkan sensasi seram, tegang dan perasaan realistis. Kalau dikemas dengan baik, film semacam ini bisa sangat menegangkan, seperti contohnya dalam film Rec. Film bergenre found footage sebelumnya juga pernah dipopulerkan oleh judul-judul seperti Blair Witch Project, Grave Encounters, Troll Hunter dan Paranormal Activity.
Setelah agak lama melupakan Megan is Missing, suatu hari saya melihat sebuah liputan khusus di TV lokal mengenai beberapa kasus di Indonesia dimana anak-anak kecil sekarang (rata-rata anak-anak yang masih duduk di bangku SMP) menjadi korban para "predator" lewat dunia maya. Dan bagaimana terpaparnya akses internet secara bebas pada anak-anak di bawah umur lewat smartphone yang orang tua mereka berikan, bisa sangat membahayakan. Bagaimana tidak, anak-anak seumuran ini sangat mudah ditipu dan diambil hatinya. Itu adalah kenyataan. Beberapa kasus yang dibahas dalam acara tv yang saya sebut tadi, semuanya memiliki kesamaan: kasus dimana si predator berkenalan dengan korban di dunia maya, mengajaknya “kopdar”, lalu memperkosa korbannya, bahkan mencoba membunuh korbannya. Tidak, saya bukan tipe orang yang hendak mengatur atau menggurui tentang bagaimana seharusnya kalian para orang tua mengawasi anak-anaknya, atau hendak membuat pembaca menjadi paranoid, tapi detik itu juga saya langsung teringat film Megan is Missing dan akhirnya mulai sedikit memahami rasa ngeri yang berusaha diangkat dalam film ini. Saat itulah saya memutuskan untuk menulis resensi ini.
Maklum saja, saya tidak punya anak dan tidak berniat memiliki anak. Tapi sekarang saya bisa sedikit memahami bagaimana para orang tua akan sangat khawatir saat anaknya tidak pulang tanpa kabar sedikitpun, dan bagaimana mengerikannya saat mereka harus mendengar kabar buruk tentang anak mereka setelah pencarian selama beberapa hari, bulan, bahkan tahun. Sialnya lagi, anak-anak kecil ini diculik bukan saat sedang bermain di jalanan, tapi mereka sendirilah yang mendatangi sang penculik dalam rangka kopdaran. Kalau jaman dulu sebelum setiap anak kecil memiliki akses internet di genggaman tangannya, seorang pedophil hanya bisa bersembunyi di dalam mobil menyaksikan anak-anak kecil bermain di taman bermain, atau para penculik anak menggunakan permen untuk menarik hati calon korbannya. Tapi, di jaman serba internet ini sudah ada istilah “internet predator”, dimana para pemangsa mencari korbannya di dunia maya salah satunya lewat media sosial dan aplikasi chatting. Dan inilah yang berusaha digambarkan dalam film Megan Is Missing. Awalnya saya pikir kasus semacam ini hanya terjadi di Amerika sana, dimana anak berumur 13 tahun sudah memiliki akses penuh ke kehidupan dunia maya. Tapi betapa kagetnya saya saat teman-teman keponakan saya yang masih duduk di bangku kelas 5 SD pun sudah memiliki smartphone dengan akses internet. Bahkan Facebook, Instagram dan lain sebagainya sudah cukup populer di kalangan anak-anak SMP ke bawah.
Jadi, mungkin disitulah sisi “horror” film Megan is Missing, yang saya rasa hanya akan dirasakan oleh orang-orang tertentu, terutama mereka yang memiliki anak. Saya rasa dampak film ini akan cukup bagus, karena keberadaan para psikopat dan pemangsa internet memang bukanlah khayalan belaka.
SINOPSIS SINGKAT TANPA SPOILER
Film ini adalah kumpulan footage mengenai dua sahabat, Megan (14 tahun) dan Amy (13 tahun), dimana mereka sering merekam aktivitas mereka menggunakan smartphone, webcam dan handycam. Mereka juga sering berkomunikasi lewat video-chat di laptop ataupun ponsel antara satu sama lain, ataupun dengan teman-teman lainnya.
Megan adalah seorang tipikal gadis populer yang cukup liar yang sudah bukan perawan, sementara Amy adalah seorang gadis baik-baik yang lugu, dan tidak terlalu populer di sekolah. Teman-teman Megan yang sama-sama populer di sekolah, tidak menyukai Amy, dan menganggap Amy sebagai seorang pecundang. Tapi bagaimanapun juga Megan dan Amy adalah sahabat sejati. Megan akan selalu membela Amy di depan teman-teman lainnya. Bahkan dalam sebuah undangan pesta miras dan narkoba, Megan memohon pada penyelenggara pesta, agar diperbolehkan mengajak Amy yang “kurang gaul”. Yah itu dia kata yang tepat. Megan si “anak gaul” yang nakal, dan Amy adalah nerd baik-baik.
Singkat cerita, suatu hari Megan berkenalan dengan seorang remaja pria bernama Josh. Tentu saja perkenalan ini terjadi di ruang chatting di dunia maya. Namun dengan berbagai alasan, Josh tidak mengaktifkan webcam-nya. Hanya Megan yang mengaktifkan webcam-nya dan mereka berdua berbincang lewat suara. Jadi, entah bagaimana wajah Josh saat menyaksikan Megan di layar laptopnya. Namun sosok Josh yang mengaku sebagai seorang surfer sekaligus skater, sangat cool di mata Megan. Belum lagi kelihaian Josh dalam berkomunikasi dan berkata-kata, sanggup mencuri perhatian Megan yang kemudian menjadi penasaran untuk bertemu secara langsung. Hingga suatu hari Josh mengajaknya bertemu di sebuah pelataran parkiran. Dan sejak saat itu, Megan hilang begitu saja tanpa jejak.
Josh mengajak Megan bertemu
Orang yang terakhir diajak bicara oleh Megan tentu saja sahabatnya sendiri, Amy. Amy tahu bahwa Megan terakhir kali pergi untuk menemui pemuda misterius bernama Josh, dan sebagai sahabatnya, Amy yakin betul bahwa Megan tidak hilang karena kabur. Akhirnya dengan segala keterbatasannya, Amy pun berusaha mencari keberadaan Megan, sambil mendokumentasikan pencariannya.
Mulai beredar dua buah foto yang sangat mengganggu di sebuah forum online penggemar sex fetish, yang diyakini adalah foto dari Megan saat disekap. Polisi dan media mulai menyorot kembali kasus ini, karena foto yang beredar dipercaya merupakan adegan kekerasan asli, dan bukan hanya permainan penggemar BDSM belaka. Amy semakin yakin bahwa Megan telah diculik, dan disekap oleh psikopat, dan Josh adalah orang yang pantas untuk dicurigai. Hingga suatu hari Amy pun ikut hilang.
Perhatikan running text-nya!
Singkat cerita, sudah sangat terlambat untuk menyelamatkan Megan dan Amy. Mereka menjadi korban seorang psikopat yang berkeliaran di dunia maya, mengaku sebagai ABG keren dan memangsa para gadis muda yang naif. Psikopat jenis ini, tentu saja, sangat sangat sangat mungkin ada di sekitar kita semua. Malah mungkin kamu adalah salah satunya?
Beberapa snapshot menegangkan dari 22 menit terakhir yang menguak keberadaan Megan dan Amy
Walaupun tidak efektif untuk menggunakan konsep found-footage, dari segi cerita dan dampak psikologis film ini cukup efektif. Apa yang digambarkan dari film ini adalah dampak terburuk yang mungkin saja terjadi dari fenomena terpaparnya anak-anak kecil dalam pergaulan luas di dunia maya, tempat dimana tidak menutup kemungkinan, para psikopat dan predator internet juga berkeliaran dengan leluasa dan mencari mangsa. Tentu saja, jangan terlampau paranoid juga karena hal ini. Kalau definisi film horror adalah film yang meninggalkan sensasi kengerian pada beberapa orang-orang tertentu, film ini termasuk di dalamnya. Rasanya belum pernah ada film horror / thriller yang mengangkat tentang fatalnya pergaulan di dunia maya sebelumnya. Untuk hal itu, saya anggap ide film ini cukup orisinil dan relevan, terutama setelah saya menyadari bahwa anak SD pun sekarang sudah memiliki akses internet lewat smartphone di tangan.
Namun, seperti saya bilang sebelumnya, kalau tak pintar mengemasnya (ditambah dengan penulisan plot yang buruk) film yang memiliki konsep found footage semacam ini bisa menjadi sangat sangat sangat sangat membosankan. Contohnya, 1 jam pertama dari film Megan is Missing. Konsep found-footage menurut saya sangat tidak tepat untuk diterapkan pada film semacam Megan Is Missing. Minimal, apa yang kita semua harapkan dari found-footage adalah sisi ketegangan dari sebuah film horror. Dikejar-kejar monster lewat sudut pandang handycam, misalnya, dimana kita bisa merasakan ketegangan lewat kamera yang dibawa lari sambil mendengar nafas sang pemegang kamera. Kita menonton found-footage bukan untuk menyaksikan para ABG berbincang dan membual seperti dalam Megan is Missing.
Kalau kamu mencari film horror yang menegangkan sekaligus mengerikan secara visual, mencari setan, zombie, eksploitasi penyiksaan, dan lain sebagainya, film ini mungkin bukan film yang kamu cari. Kalau kamu mencari film horror yang fun, film ini juga bukan untuk kamu.
Josh mulai cabul!
PELAJARAN
Yah, cukup banyak pelajaran dalam film ini. Pertama, berhati-hatilah dengan genre found footage, karena genre ini bisa sangat membosankan. Jadi, persiapkan dirimu. Kedua, berhati-hatilah dengan orang asing yang baru kamu kenal di dunia maya.
PERINGATAN (untuk mereka yang peduli)
Megan is Missing ditutup dengan adegan yang cukup disturbing kalau kita membayangkan diri kita (atau anak-anak kita) berada pada posisi Megan dan Amy. Tapi tentu saja tak ada adegan seksual yang vulgar selain adegan ciuman dan pesta "liar" para ABG.
FAKTA
Film ini dibuka dengan pernyataan “The following film is based on actual events” dan ternyata klaim itu tidak sepenuhnya bohong. Salah satu kasus yang menginspirasi film ini adalah kasus yang menimpa seorang gadis bernama Carlie Brucia (umur 11 tahun) yang pada tahun 2004 diculik di pelataran parkir sebuah tempat cuci mobil, dan kejadian tersebut tertangkap CCTV.
Jasad Carlie ditemukan beberapa hari kemudian di sebuah pelataran parkir gereja beberapa mil dari kediamannya.
Inspirasi lain dari film ini adalah, tentu saja fenomena pergaulan anak-anak jaman sekarang, yang dengan mudahnya dapat mengakses pergaulan dunia maya tanpa batas lewat gadget yang orang tua mereka berikan.
SCORE
1 dari 5 untuk keseluruhan film, tapi score 3 dari 5 untuk ide dan dampak bagi para orang tua.
TRAILER
serem :(
ReplyDeleteMantap suka penyiksaannya,sama org yg suka nyakitin kita, tapi penyiksaan nya di film itu kurang sadis sih
ReplyDelete